Kamis, 11 November 2010

Ikut lomba mewarnai

Ini pagi yang cerah setelah beberapa hari hujan tak henti-hentinya mengguyur seantero kota disertai  angin berderu kencang. ini hari minggu pertama bulan November. Hari ini aku akan mengikuti lomba mewarnai yang diadakan di Sun Yat Sen Memory Hall. Tempatnya dekat Taipei 101, landmarknya kota Taipei.  Jumat kemarin, Bu guru Peggy memberitahu bapak tentang informasi perlombaan ini dan pendaftarannya bisa dilakukan lewat internet. Bu Peggy juga menyarankan Bapak agar mendaftarkan aku mengikuti perlombaan mewarnai ini, Saat Bapak menjemputku pulang dari sekolah hari Jumat yang lalu.
“qian chiao ming, sepertinya punya bakat pak, lihat saja hasil pekerjaannya,” ujar Bu Peggy sambil memperlihatkan hasil karyaku di sekolah.
“ Dia bisa memadukan warna-warna dengan bagus, sebaiknya didaftarkan saja” saran Bu Peggy lagi.
“ ini alamat websitenya, Bapak bisa mendaftarkan langsung,  gratis kok pak” kata Bu Peggy sambil menyerahkan secarik kertas pada Bapak.
Perlombaannya akan dimulai jam 9.00 nanti. Aku pergi bersama adik dan Kedua orangtua ku. Sun Yat Sen Memorial Hall dilintasi Bus no 109 yang lewat di halte depan apartemenku. Jadi kami tidak terburu-buru.
“Masih ada waktu, sebaiknya kita ke Café Tupai dulu saja,” begitu saran bapak.
“ Kita bisa sarapan dulu sebelum perlombaan di mulai,” lanjut bapak Lagi.
Café Tupai terletak di area olahraga, di sebut begitu karena banyak tupai yang hidup di pohon-pohon didepan café. Tupai-tupai itu sama sekali tidak takut pada orang yang duduk-duduk makan di bangku café. Sesekali tupai-tupai itu turun menghampiri pengunjung café, mereka ingin mendapatkan makanan dari pengunjung, dan kalau sudah dapat tupai-tupai itu akan membawa makanan ke atas pohon untuk dihabiskan. Kalau makanannya sudah habis mereka akan turun lagi, begitu terus sampai mereka merasa kenyang.
Kami tiba di Sun Yat Sen Memory Hall, 15 menit sebelum perlombaan di mulai. Sudah ramai sekali disana, rupanya banyak orang yang berminat untuk mengikuti perlombaan ini. Pesertanya mulai dari murid-murid taman kanak-kanak sampai murid sekolah menengah atas. Hanya saja murid taman kanak-kanak mengikuti lomba mewarnai, murid sekolah lainnya  itu mengikuti lomba menggambar dan melukis. Perlombaan berlangsung selama 3 jam, tepat jam 12.00 nanti semua peserta harus menyerahkan hasil pekerjaannya.
Semua peserta sangat bersemangat, ada yang menggambar sambil duduk, ada yang sambil menelungkup, kebanyakan peserta menempati selasar yang ada disekeliling sun yat sen memorial hall. Aku juga begitu. Kami menempati selasar depan, tepat menghadap Taipei 101.
Ternyata bukan hanya peserta lomba menggambar saja yang memenuhi selasar ini, tapi  banyak warga Taipei yang datang dengan berbagai kepentingan. Ada para remaja yang berlatih menari, ada juga wanita-wanita  dan pria paruh baya  yang berlatih berdansa ala spanyol. Semuanya begitu menikmati aktivitas di hari libur ini.
Aku pun demikian, dengan berhati-hati aku memberi warna pada lembar gambar yang diberikan oleh panitia. Bunda membantu mengarahkan agar aku tidak mengotori lembar gambarku. “walaupun warnanya bagus, tapi kalau kotor akan mengurangi penilaian”, begitu pesan bunda.
Aku selesai tepat 30 menit sebelum jam 12.00. Bapak menyerahkan hasil gambarku kepada panitia, bapak diberitahu bahwa pengumuman pemenang akan diinformasikan dua minggu lagi di website. Aku merasa pinggang ku agak pegal, setelah 2,5 jam mewarnai sambil duduk. Kakiku juga kesemutan.
“Tuh ada MC D, diseberang jalan,” Ujar Bapak
“asiik, aku mau es krim dan kentang goreng ya pak,” kataku.



Kami semua menuju MC D untuk menikmati makan siang. Aku sangat menikmati hari ini, tapi lain kali aku ingin ikut lomba melukis saja, kok  sepertinya jauh lebih menarik daripada lomba mewarnai.

Kamis, 04 November 2010

3 anak domba


Alkisah ada sekumpulan domba yang tinggal dipadang rumput yang luas di dataran tinggi Qing-jing, Taiwan.
Domba-domba tersebut tumbuh gemuk dan sehat karena mereka makan rumput istimewa yang hanya tumbuh didataran tinggi itu.
Di suatu pagi yang cerah di musim semi, saat matahari mulai muncul di balik bukit, 3 anak domba menemui ibu mereka.
“ mama, kami ingin main ke bukit sana”, ujar mereka.
“ tidakkah untuk terlalu jauh untuk kalian,” sahut mama khawatir.
“ memang jauh ma, tapi ini kan masih sangat pagi,” ujar yang tertua di antara mereka
“ ya ma, kami pasti sudah sampai di rumah lagi sebelum matahari mulai terbenam”, si tengah menimpali ucapan kakaknya.
“ Baiklah, kalau begitu,” mama meluluskan permintaan mereka.
 “ Tapi kalian harus berhati-hati, karena dibukit itu ada anjing liar yang berbahaya, jangan sampai terlalu asyik bermain kalian tidak memperhatikannya,” mama memperingatkan.
“ Ya, mama kami pasti berhati-hati,” jawab ketiganya.
Tiga anak domba meninggalkan rumah mereka dan berlari ke atas bukit. Mereka berlomba untuk sampai disana.
Dari bawah bukit terlihat banyak domba yang menuju bukit itu. Domba-domba itu ingin menikmati rumput segar yang ada disana. Domba-domba berada disana sampai matahari mulai tergelincir.
Sebentar lagi matahari mulai terbenam, tapi mengapa anak-anak ku belum pulang, mama domba mulai merasa khawatir.
Ia keluar dari rumahnya dan mulai mengembik memanggil ke tiga anaknya.
“ embek..embek…beek…”, ujarnya sambil melihat-lihat kesekelilingnya.
Ia mengulanginya berkali-kali. Tak lama kemudian muncullah anak-anaknya.
Tapi yang datang hanya dua domba.
“ mana adik kalian?“ Sambut mama.
“ mengapa pulang hanya berdua saja?” Tanya mama lagi.
“ Maaf ma, kami sudah mencari adik tapi tidak menemukannya” jawab si sulung.
“ Betul ma, mungkin adik tersesat atau ia mengikuti domba-domba yang lainnya,” si tengah melanjutkan.
“ Besok kami akan mencari adik ma”,  mereka berdua berjanji.
“ Baiklah, tapi kalian harus berhati-hati,” jawab mama.
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali, kedua kakak beradik domba itu menaiki bukit, hari ini mereka tidak lagi bermain seperti kemarin. Tapi mereka harus mencari adik mereka yang hilang kemarin. Setelahnya mereka  tiba diatas bukit, si sulung membuat aturan.
“Dik, sebaiknya kita berpencar saja, nanti kita bertemu lagi disini sebelum pulang ke rumah” ujarnya.
“ Baiklah kak, menurutku itu ide yang bagus, semoga kita bisa menemukan adik lebih cepat,”  sahut adiknya.
Mereka lalu berpencar, dan mulai mencari adiknya yang hilang di sekitar bukit.
Matahari mulai meninggi, bersinar terik di tengah hari, dan perlahan menuju ufuk barat.
Sudah sore rupanya, mudah-mudahan mereka bisa menemukan si bungsu, Ibu domba membatin.
Namun ketika matahari benar-benar tenggelam, hanya si sulung yang tiba di rumah mereka.
“ Kenapa kau pulang sendirian sulung, mana adikmu,” Tanya ibu domba.
“kami tadi berpencar di bukit, kami ingin lebih cepat menemukan adik, tapi sampai sore tadi aku tidak menemukan keduanya, “ sulung menjelaskan kepada ibunya dengan sedih.
“ ya sudah. Jangan bersedih lagi, kau pasti lelah setelah seharian mencari adikmu, beristirahatlah !”, ujar ibu.
“ kau masih bisa melanjutkannya esok hari,” ibu melanjutkan.
Keesokan paginya, sulung pergi seharian ke bukit mencari keduanya adiknya, kali ini dia tidak kembali ke rumah saat matahari terbenam. Mama merasa sedih, malam ini ia sendirian di rumah. Kemana pergi ke 3 anaknya. Dalam hatinya ia sangat-sangat berharap ketiganya masih hidup. Mereka hanya tersesat di bukit, begitu batinnya. Ia tidak mau membayangkan anaknya di mangsa hewan buas.
Di hari keempat, ibu domba pergi menuju bukit sendirian. Ia yakin akan menemukan ketiga anaknya, dan ia berjanji dalam hatinya bahwa ia tidak akan kembali ke rumah kecuali bersama anak-anaknya.
Ibu domba mulai menelurusi sisi bukit. Ia melakukannya dengan sangat hati-hati. Ia memperhatikan setiap detail yang ada di bukit itu. Dan ia mulai mengembik memanggil anak-anaknya. Ia terus menelusuri sisi bukit sambil mengembik, ia berharap anak-anaknya mendengar suaranya, dan menjawab panggilannya.
Ternyata naluri sang ibu benar, setelah hampir seharian ia mengembik, samar-samar ia mendengar sahutan.                  
Ia berharap itu adalah suara anak-anaknya. Ia terus mengembik dan mendatangi suara sahutan itu yang mulai jelas terdengar.
Suara itu terdengar dari punggung bukit. Datang dari sebuah lubang. Ibu domba kembali memanggil anaknya dari mulut lubang.
“embek....beek” Ibu domba memanggil
“beek…beek”, terdengar sahutan dari dalam lubang.
Ibu domba merasa gembira, ia berhasil menemukan anak-anaknya. Ibu domba lalu mencari kayu dan menjulurkannya ke dalam lubang. Satu persatu anak domba menaiki kayu dan melompat keluar dari lubang.
“ mama…”, teriak anak-anak domba itu.
Mereka sangat gembira bisa berkumpul kembali. Saat matahari mulai terbenam mereka sudah tiba kembali di rumah.